Part 2
“Suzy-ssi, ayolahh… Sekali ini saja.”
Rengekan Jiyeon-ah semakin membuatku mual rasanya. Mengapa dia harus merengek
seperti anak kecil tidak dibelikan permen oleh Amma-nya? Sambil menarik bajuku
lagi. Memalukan.
“Aku
tetap tiak mau! Aku sedang malas, aku ingin tidur saja. Mumpung ada waktu
senjang.”
“Kau
ini, seperti babi saja. Liburan malah tidur.” Ejeknya sambil memonyongkan
bibir. Dasar, Jiyeon-ah. Lihat, mukanya Jiyeon-ah yang mirip babi, bukan aku.
“Lihat,
semakin kau monyongkan bibirmu, semakin kau mirip babi. Bukan aku yang mirip,
tapi kau. Hahahaa…” kataku sambil tertawa puas.
“Ayolah,
Onni. Kita jalan-jalan, keliling Seoul. Ayolah, pleaseee…. Sekali ini sajaa..”
Haa?? Sejak kapan dia memanggilku Onni. Dasar, penjilat.
“Onni?
Dasar penjilat kau…”
Aku
melihatnya memonyongkan bibirnya lagi. Dasar, Babi.
“Ya
sudah, kalau begitu aku akan menelepon Hyorin untuk berangkat bersama. Kau
disini saja, SENDIRIAN.” Katanya kesal. Ya sudah, kalau kau ingin pergi, pergi
saja sana. Aku bisa sendiri disini dan mungkin, ehm.. Melakukan hal yang ku
suka, memasak misalnya.
Samar-samar
ku dengar dia sedang menelepon temannya, siapa itu. Hyorin-ah? Jangan-jangan,
dia adalah temannya yang kecentilan itu. Hii,, lebih baik aku kabur saja, atau
dia akan mencekcokiku dengan pertanyaannya yang tidak penting. Seperti, ‘Good morning, Onni. Pagi ini Onni
terlihat sangat cantik. Wahh,, apa itu Onni? Kue brownies? Kelihatannya enak?’
dan setelah itu dia pasti ingin minta brownies gratis. Dasar, penjilat. Sama
saja dengan Jiyeon-ah.
Kim Soo Hyun p.o.v
“Ne,
Kim Soo Hyun imnida. Siapa? Apa, Eunjung-ah. Maaf, aku baru bangun tidur.
Jalan-jalan? Ehm, bagaimana ya? Ne, aku akan segera menjemputmu. Terserah kau
sajalah.”
Klik!
“Fuihh,, susahnya punya pacar. Apa aku putuskan dia saja ya? Ah, jangan. Aku
tidak tega dengannya.”
“Heii,,
ternyata kau masih punya rasa kasihan terhadap wanita.” Suara itu menyadarkanku.
Pasti Lee Joon, rasanya aku ingin mencekeknya sampai mati. Tapi jangan, aku
bisa dipenjara dan tidak laku lagi.
“Oppa?!
Oh, aku rindu padamu!” kataku mencoba untuk mengejeknya. Aku berlari seperti gay dan memeluknya erat.
“Hei,
lepaskan! Soo Hyun lepaskan!”
“Sekeras
apa pun kau berteriak aku tidak akan melepaskanmu. Aku sangat merindukanmu,
Joon Oppa!” aku menggodanya. Sepertinya dia muak. Hahaa,, biar saja. Aku kerjai
dia.
“Lepas!”
dia melepaskanku dengan paksa.
“Apa
yang kau lakukan?”katanya dengan marah
“Apa
aku sudah mirip dengan Sushi-ah itu?” kataku sambil mencoba mengibaskan rambut,
padahal nggak nyampe.
“Suzy-ah,
bukan Sushi-ah.”
“ya
terserah apalah itu.”
“Ceritakan
padaku tentang Suzy mu itu.”
“Apa?
Apa yang harus ku ceritakan?”
“Ah,
ayolah. Apa saja, anggap saja aku sahabat baikmu.”
“Aku
tidak punya sahabat.”
“Terserah
kau sajalah..”
Sunyi,
hampir 1 menit aku menunggunya memulai bercerita. Baru saja aku ingin berkata,
dia mendahului. Matanya menerawang, menatap langit-langit rumah dengan perasaan
penuh kekaguman.
“Semua
berawal dari hari itu.”
Flashback ………
“Fufu, dimana kamu?
Fufuu…” seorang gadis kecil berjalan sambil menengokkan kepalanya kekanan dan
kekiri. Wajahnya begitu imut, dengan rambut panjang sepunggung berwarna
cokelat, dan matanya yang agak sipit, gadis cilik itu terus menyebut nama Fufu.
Aku, saat itu sedang bermain di halaman rumahku. Tiba-tiba, seekor anjing pudel
dengan kalung lonceng yang terus berbunyi, berlari amper rumahku sambil
menggoyang-goyangkan ekornya.
“Fufu!! Astaga, ternyata
disitu. Fufu, fufuu… Ayo kita pulang.” Katanya sambil berjalan menuju anjing
itu. Oh, ternyata Fufu adalah anjingnya.
“Annyeonghaseyo, Lee
Joon imnida. Kamu?”
“Fufu, ayo kita pulang.”
Katanya tanpa menghiraukan salamanku.
“Hei, kau tidak
mendengarkan kata-kataku!” kataku marah. Dia menoleh dan menaikkan alisnya.
“Kau siapa?”
“Lee Joon imnida. You?”jawabku sambil mengulurkan tangan lagi.
“Oh, annyeonghaseyo.
Suzy imnida.” Katanya sambile tersenyum ceria.
“Dari
situlah, akhirnya kami berteman. Semakin lama kami tumbuh menjadi remaja,
bersama Jiyeon-ah juga, kami bersahabat. Suzy sangat cerewet dan pemarah. Tapi
dia sangat dewasa, padahal umurnya masih lima tahun dibawahku. Suatu hari, aku
dan orangtuaku pindah ke Seoul. Itu membuatku lemas, tapi Suzy-ssi, dia sama
sekali tidak sedih. Dia terus menyemangatiku agar di tempat baruku, aku dapat
mengejar impianku.”
“Memang
apa impianmu?”
“Sudahlah,
kau tidak perlu tau. Kita lanjutkan saja. 5 tahun kemudian, Suzy dan Jiyeon
memutuskan kuliah di Universitas Seoul. Karena kebingungan mencari tempat
tinggal, keluarga kami menawarinya
tumpangan. Tapi Suzy-ssi menolak, padahal Jiyeon-ah sudah senang sekali. Suzy
memutuskan untuk tinggal di rumah salah satu saudaranya. Kemudian Suzy mencoba
mencari pekerjaan sampingan, dia menjadi penjual Koran saat subuh, dan
mahasiswi saat pagi. Sebenarnya dia tidak akan kekurangan walaupun tidak
bekerja. Orang tua Suzy aalah direktur saat satu perusahaan alat-alat dapur.
Sangat kaya, seperti kau. Ayahmu adalah direktur di perusahaan bidang dekorasi
dapur dan peralatan canggih lainnya, beliau menanam saham dimana-mana. Ibumu
wanita karier, mereka berdua sangat baik. Tapi tidak dengan Suzy, orang tua Suzy
sangat sibuk sampai tidak pernh meneleponnya. Hanya mengirimkan uang, uang
itupun tidak pernah dipakai Suzy. Dia membagikan uang itu pada anak-anak dip
anti asuhan, Suzy suka sekali anak-anak.”
“Wah,
ternyata Suzy orangnya seperti itu. Hidupnya hebat sekali yaa.. Orang kaya tapi
masih tidak malu berjualan Koran. Sungguh hebat”
“Makanya,
kau minta maaf padanya. Sikapmu kemarin sangat tidak sopan.”
Aku
hampir saja menyemprotkan minumku ke mukanya. “Minta maaf?? A..pa maksudmu?”
“Ya
minta maaf, atas perlakuanmu yang tidak sopan kemarin.”
“Ah,
tidak. Malas.”
“Dasar.”
“Oh
ya, Joon. Apa kau menyukainya? Rasanya, tatapanmu kemarin padanya sangat dalam
dan penuh arti.”
“A..apa..
maksudmu?” muka Joon memerah. Hahahaa,, kena kau.
“Haha,
mukamu merah. Tandanya kau memang suka padanya.”
“Tidak!”
elaknya
“Sudahlah,
aku tidak bisa dibohongi. Bahkan wajahmu pun tidak mampu menglabuiku.” Kataku
menang.
“Aku
tidak menyukainya, aku mencintainya.”
Lee Joon p.o.v
Kadang aku merasa tidak mengerti,
mengapa hidup bisa sesadis ini. Orang yang kucintai, yang kusayangi seumur
hidupku, hanya menganggapku sahabat. Aku bukan Chairil Anwar yang bisa membuat
bait-bait indah, atau pun musisi yang bisa menciptakan lagu cinta. Aku hanya
Lee Joon, seorang lelaki yang mencintai gadis kecilnya.
Aku
memang merasa sakit saat Suzy memanggilku chingu, tapi aku tidak pernah merasa
sesakit ini. Aku tidak mengerti, masih tidak mengerti. Cara Suzy menatapnya,
bicara padanya. Aku tidak mengerti, seperti ada aliran listrik yang menyatukan
mata mereka. Suzy tidak pernah menatapku seperti itu, bukan karena dia tidak
pernah marah padaku. Tapi, Suzy tidak pernah menatapku sebegitu dalamnya.
Mungkin dia tidak menyadarinya, tapi aku? Aku sudah mengenalnya sejak kecil, tentu
aku sadar hal itu.
Tidak
kusangka. Tatapan itu, tidak asa satu orang pun yang mendapat tatapan seperti
itu dari Suzy. Begitu dalam, menusuk, dan misterius. Seperti takdir, takdir
menginginkan Suzy bersamanya. Tapi kenapa dia? Seorang Kim Soo Hyun? Tak
kusangka.
Perasaan
takut menerpaku. Takut kehilangan, aku tidak bisa merelakannya pergi. Sudah
terlalu lama, terlalu lama aku memendam perasaan ini, terlalu lama semua
terjadi. Aku membutuhkannya.
Kadang Cinta membuatmu lemah
Kadang Cinta membuatmu tidak baik
Kadang Cinta membuatmu membisu
Kadang Cinta membuatmu kehilangan
Disaat waktu memberimu kesempatan
Kau malah menolak
Disaat harapan masih ada
Kau malah mengelak
Disaat waktu tertutup untukmu
Disaat itulah kau sadar
Cinta tak dapat kau lupakan dengan mudah
Dan kau tahu, semua sudah terlambat
****
Yahhh,
BalasHapusbagus bagus!!
lanjutkan dit!!!
Jangan lupa kunjungi blogku : www.koreaafanfiction.blogspot.com WAJIB coment ya di blogku..!!
Hwaiting...!!!
iya-iyaa..
BalasHapus